Direktur LBH Adhyaksa bersama LSM Robin Hood 23 berpose bersama dengan korban mafia tanah, Lany Setyawati (74) beserta dua anaknya, Kamis (7/3).
PEKALONGANNEWS.COM, Kota Pekalongan – Cerita satu keluarga di Kota Pekalongan terancam masuk penjara gara-gara urusan Akad Jual Beli (AJB) terus bergulir. Pendamping hukum korban, Didik Pramono dari LBH Adhyaksa mengungkap proses persiapan menghadapi sidang peradilan pidana di Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan.
“Berkasnya sudah P21, tim kami sedang melakukan persiapan sidang dan tinggal menunggu pelimpahan ke pengadlan pada pekan ini,” katanya melalui sambungan telepon, Kamis (7/3/2024).
Ia menyebut untuk menghadapi sidang perdana gugatan pidana kepada kliennya sedang dalam persiapan. Tim hukum dari LBH Adhyaksa sudah menyiapkan sejumlah bukti, termasuk kasus perdatanya.
Mahkamah Agung telah mengabulkan permohonan kliennya untuk Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara tersebut dan berkas berisi bukti baru juga sudah dikirimkan ke MA, kini tinggal menunggu putusan PK.
“Rangkaian peristiwa dari kasus yang menimpa klien kami ini melibatkan berbagai pihak hingga muncul sertifikat milik korban yang berubah nama menjadi orang lain. Jadi nanti di pengadilan akan kami buktikan,” ujarnya.
Sementara itu Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Pekalongan Maryanto mengaku belum mempelajari kasus perubahan nama kepemilikan sertifikat tanah yang dimaksud.
“Kebetulan itu terjadi bukan di era saya, jadi kami harus mempelajari dulu seperti apa kejelasannya,” dalihnya.
Sebelumnya seorang Janda beserta tiga orang anaknya terancam masuk penjara setelah dipidanakan oleh istri dari rekan bisnis suaminya. Satu keluarga warga Jalan Kartini, Kota Pekalongan itu telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Tengah.
“Kami sekeluarga dijadikan tersangka oleh polisi 22 Februari 2024 padahal belum ada putusan tetap di peradilan perdata,” ujar Lany Setyawati (74) di rumahnya, Minggu (3/3/224).
Lany mengungkapkan peristiwa yang dialaminya sekeluarga bermula dari almarhum suaminya yang bernama Lukito Lutiarso berhuhungan bisnis dengan pemilik pabrik teh bernama Tan Pek Siong sejak 50 tahun lebih.
Dalam perjalanan waktu keluarganya mengalami kesulitan keuangan sehingga meminta bantuan kepada rekan bisnisnis suaminya tersebut untuk menebus tiga sertifikat yang ada di Bank sebesar Rp 400 juta.
Kemudian Tan Pek Siong melalui anaknya bernama Hidayat Pranata menebus tiga sertifikat tanah yang lokasinya beada di Jalan Bandung seluas 143 meter dan dua sertifikat lainnya di Jalan Kartini masing-maing dengan luas 1033 dan 420 meter persegi.
“Setelah ditebus, ketiga sertifikat tanah langsung di AJB (Akad Jual Beli) dan diubah atas nama Hidayat Pranata dihadapan notaris Ida Yulia,” ungkapnya.
Pada 2007, keluarga Lukito membayarkan utang sebesar Rp 200 juta kepada Hidayat Pranata dan mendapatkan kembali sertifikat yang ada di Jalan Bandung, lalu tanah tersebut kembali atas nama Lukito Lutiarso.
Lalu pada 2019, Hidayat Pranata meninggal dan sebagai itikad baik keluarga Lukito Lutiarso sempat berkonsultasi dengan seorang pengacara untuk menghitung ulang biaya menebus sisa sertifikat namun pada 2021 Lukito Lutiarso meninggal dunia.
“Pada saat keluarga masih berkabung itu Firly Anggraini, istri dari almarhum Pak Hidayat melakukan klaim bahwa kedua tanah di Jalan Kartini menjadi miliknya. Itu disampaikan langsung kepada cucu saya yang tidak tahu perkaranya,” ujar Lany. (*)