Kondisi Perumahan Mulia Residence seperti kompleks hunian mati karena ditutup aksesnya oleh pihak yang menginginkan uang kompensasi dari pengembang, Selasa (5/2.
PEKALONGANNEWS.COM, Pekalongan – Kepala Urusan (Kaur) Perencanaan Desa Getas, Kecamatan Wonopringgo, Kabupaten Pekalongan, Purnomo kembali mengungkap kontroversi munculnya tanah bengkok desa bisa diproses sertifikat sudah melalui berbagai klarifikasi. Tanah bengkok itu sebelumnya berstatus hasil tukar guling namun belakangan terbit sertifikat atas nama perorangan.
“Jadi pertama kami sudah klarifikasi langsung ke pemerintah Desa Sastrodirjan dan dibenarkan oleh Sekdesnya (Ahmad Zuhri) bahwa tanah bengkok itu disertifikat melalui PTSL,” ungkapnya, Selasa (5/3/2024).
Menurut Purnomo klarifikasi ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan dibenarkan sertifikat tersebut pernah dimohonkan melalui program PTSL namun masih terkendala syarat administrasi.
Ia menyebut perangkat Desa Sastrodirjan bersama Mujoharyadi (mantan kades) diduga sengaja memproses tanah hasil tukar guling itu menjadi tanah bengkok yang statusnya milik Desa Getas.
“Namun yang terjadi justru tanah bengkok itu disertifikatkan menjadi hak milik pribadi. Nah di situlah riwayatnya, diduga proses tukar guling berubah jadi jual beli sehingga bisa masuk ke program PTSL. Kan bahasanya seperti itu,” beber Purnomo.
Kemudian modus itu akhirnya terbongkar menjadi jual beli dan pihaknya pernah menyurati pemerintah Desa Sastrodirjan untuk membuktikannya dengan menunjukkan dokumen Letter C namun diabaikan tak pernah ditindaklanjuti.
“Intinya mereka tidak punya etika. Kita ini hanya pengin tahu tolong perlihatkan Letter C dari tanah bengkok Desa Getas dengan kepemilikannya siapa,” tegasnya.
Setelah lama tidak ada respon, lanjut dia, tiba-tba saja Kades Sastrodirjan menghubungi dirinya melalui sambungan telepon untuk mengajak pertemuan. Tidak itu saja pihak kecamatan dan Polsek Wonopringgo juga dihadirkan.
“Niatnya mau menyelesaikan masalah namun bahasa yang muncul tidak ada yang dirugikan baik pihak desa maupun orang-orangnya,” sebutnya.
Ia menambahkan kalau sudah seerti itu artinya menerjang aturan lalu yang mau menyelamatkan aset desa itu siapa, tanyanya pada saat itu. Bahkan dirinya juga mendengar sendiri pihak Aparat Penegak Hukum (APH) mengatakan peralihan hak atau riwayat tanah bengkok itu dipalsukan.
“Katanya itu masuk pidana, namun setelah itu saya tidak tahu karena pada intinya tidak yang laporan akhirnya tidak pernah terselesaikan” tutupnya.
Sebelumnya pemerintah Desa Getas membongkar asal-usul tanah bengkok hasil tukar guling di Desa Sastrodirjan Kecamatan Wonopringgo, Kabupaten Pekalongan. Setelah itu muncul klaim kepemilikan oleh perorarangan hingga muncul aksi penutupan akses perumahan dengan dalih tanah tersebut milik pribadi.
Aksi serupa juga dilakukan oleh pemerintah Desa Sastrodirjan yang ikut-ikutan menutup akses warga perumahan hingga akhirnya kompleks hunian tersebut terisolir, bahkan berimbas juga terhadap pengembang seperti calon pembeli takut lantaran terus terjadi konflik.
Diduga modus penutupan untuk mendapatkan uang kompensasi dari pengembang. Dari informasi yang dikumpulkan oknum mantan kades yang mengklaim tanah itu sebagai milik pribadi diduga meminta kompensasi uang sebesar Rp 600 juta untuk bisa membuka portal.
Demikian juga dengan Pemdes Sastrodirjan yang menolak pemberian kompensasi sebesar Rp 60 juta, kompensasi yang diinginkan mecapai Rp 200 juta dengan dalih untuk merehab kantor desa.