Ghofarudin Bersama M.Arif Ketua LSM RobinHood 23, Kamis (26/12).
PEKALONGANNEWS.COM, PEKALONGAN – Water Closet (WC) ternyata bisa menjadi persoalan serius yang berakibat fatal bagi keutuhan rumah tangga. Seperti yang terjadi di Kabupaten Pekalongan seorang suami digugat cerai oleh istrinya gegara rumah yang ditinggali bersama selama beberapa tahun belum juga memilik WC, akibatnya urusan buang hajat pun menjadi runyam.
Ghofarudin (44) warga Desa Dadirejo, Kecamatan Tirto itu membenarkan salah satu penyebab istrinya meminta cerai disulut oleh persoalan kepemilikan WC yang tak kunjung bisa dibangun, lainnya dipicu oleh faktor ekonomi rumah tangga.
“Saya akui memang belum bisa membangun WC karena uang yang didapat setiap hari hanya cukup buat makan dan ngasih uang saku ke anak,” ungkapnya kepada awak media, Kamis 26 Desember 2024.
Ia mengatakan pekerjaannya sebagai buruh parkir tidaklah cukup untuk bisa memenuhi keinginan istri maupun membahagiakan keluarga. Namun dirinya tetap bertekad bekerja keras untuk bisa menyekolahkan dua buah hatinya yang dibesarkan seorang diri.
Untuk memenuhi kebutuhan tambahan, dirinya masih harus bekerja ekstra dengan menjadi buruh angkut sayuran di Pasar Wiradesa tiap pukul tiga pagi hingga selesai atau sampai bakul langganannya tiba untuk berdagang.
“Kalau lagi sehat ya nguli tapi pas lagi tidak enak badan atau cuaca tidak memungkinkan saya pilih istirahat di rumah karena paginya harus ngurus anak dan berangkat parkir,” ujarnya.
Meskipun dirinya miskin tidak pernah secara langsung meminta bantuan pemerintah daerah maupun ke pihak desa untuk membangunkan WC. Hanya seja pernah ia dijanjikan oleh kepala desa sebelumnya bakal dibuatkan WC kalau ada anggaran dari pemerintah daerah, namun hingga purna tidak pernah terwujud.
Demikian juga dengan warga di lingkunganya yang sudah tiga kali mengusulakn ke desa namun tetap saja tidak ada respon. Alhasil untuk urusan buang hajat harus numpang di sekolah yang berlokasi tak jauh dari rumahnya.
“Kalau Buang Air Besar (BAB) ya terpaksa nebeng ke sekolah atau pergi ke rumah orang tua. Kalau di kebun malu sama tetangga, gak enak saja sih,” katanya.
Selain itu sebagai warga miskin, dirinya juga tidak pernah mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah daerah maupun desa kecuali pada saat pandemi covid-19 pernah menerima bantuan uang tunai sebesar Rp 600 ribu, itupun sekali lalu digantikan oleh orang lain.
“Saya hanya berharap kalau memang masih bisa menerima bantuan ya alhamdulillah namun kalau tidak diprioritaskan menjadi penerima bantuan ya hanya bisa pasrah,” ucapnya.
Atas aduan tersebut pihaknya bakal menindaklanjutinya dengan mengecek kebenaran informasi yang diterima, lalu berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Dinas Sosial (Dinsos) dan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Lingkungan Hidup (DinPerkim LH) serta Inspektorat setempat.
Selanjutnya Ketua LSM Robin Hood M Arif juga akan berkoordinasi dengan Inspektorat Kabupaten Pekalongan terkait pelaksanaan sejumlah proyek infrastruktur di Desa Dedirejo terto Kabupaten Pekalongan yang dibiayai oleh APBN dan penggunaan dana desa termasuk juga aspirasi.
“Kami bakal cek semuanya bila perlu Bupati akan kita surati agar warga miskin ini bisa menerima haknya dan tidak diabaikan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah desa,” tegasnya.