Nenek Dayana didampingi kuasa hukumnya Didik Pramono dari LBH Adhyaksa saat melapor ke polisi, Senin (4/11).
PEKALONGANNEWS.COM, PEKALONGAN – Upaya Nenek Dayana (84) memperjuangkan sertifikat miliknya yang sudah berganti nama orang lain terus berlanjut. Warga Desa Waru Lor, Kecamatan Wiradesa itu sudah berpesan kepada kuasa hukumnya untuk mengupayakan agar sertifikat tanah dan rumah kembali menjadi miliknya.
“Nenek Dayana sekarang sedang sakit-sakitan karena usianya. Beliau berpesan sebelum terjadi apa-apa sertifikat harus kembali kepadanya,” ungkap Direktur LBH Adhyaksa Didik Pramono mewakili kliennya, Sabtu 23 November 2024.
Didik mengatakan permintaan kliennya itu bakal ia perjuangkan termasuk menjalankan amanah yang sudah disampaikan seperti bila benar nantinya sertifikat rumah dan tanah bisa kembali maka selanjutnya terserah mau diapakan karena yang jelas tidak boleh jatuh ke tangan para mafia tanah.
“Beliau ini sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi kecuali cucu yang keberadaannya di Yogyakarta sudah tidak diketahui lagi. Yang jelas Nenek Dayana tidak terima kalau sertifikat tanah dan rumah ada di tangan saudara dari mantan menantunya,” ujarnya.
Upaya terakhir yang sudah dilakukan Nenek Dayana adalah melaporkan kasusnya ke polisi pada Senin 4 November 2024. Perkembangan selanjutnya Nenek Dayana juga sudah memenuhi panggilan polisi untuk memberikan keterangan sebagai korban.
Sedangkan bukti pengaduan Nomor STTP/ 280/ XI/ 2024/ SPKT tertanggal Senin 4 November 2024 sudah diterima. Disebutkan Nenek Dayana sebagai korban melaporkan dugaan tindak pidana penipuan atau penggelapan atau pemalsuan surat dengan Desa Waru Lor.
Adapun kronologi kejadian yang tertulis di STTP dari SPKT Polres Pekalongan menerangkan bahwa tahun 2011 saudara Sutarno, laki-laki alamat Dukuh Gorek RT 007 RW 004 Desa Waru Lor, Kecamatan Wiradesa, Kabupaten Pekalongan (mantan menantu) meminjam surat petok tanah milik korban untuk diagunkan atau dijaminkan ke Bank BRI dengan nominal sebesar Rp 100 juta yang digunakan untuk modal usaha.
Setelah itu korban diajak oleh mantan menantunya bernama Sutarno. Setelah itu korban dimintai tanda tangan di beberapa lembar kertas yang tidak dibaca, kemudian Sutarno menyampaikan bahwa tanda tangan tersebut dilakukan dengan tujuan agar surat petok percil tanah berubah nama menjadi sertifikat tanah atas nama korban.
Setelah itu pada tahun 2018 korban mengetahui bahwa sertifikat tanah milik korban tersebut sudah berubah nama menjadi Sugino (adik kandung Sutarno) padahal korban tidak pernah merasa melakukan penjualan tanah tersebut. Hingga saat ini Sugino memiliki hak atas tanah tersebut sedangkan tanah sudah berdiri rumah yang sudah korban tinggali.
Adanya peristiwa itu korban kehilangan kepemilikan hak atas tanah tersebut. Demikian laporan dibuat dan dengan ini korban memohon agar laporan ditindaklanjuti sesuai aturan yang berlaku. STTP ditandatangani oleh Kanit II Ipda Hisyam Hadi atas nama Kepala Kepolisian Resor Pekalongan.
Sebelumnya diberitakan seorang nenek berusia lanjut tidak menyangka di masa senjanya harus merasakan kepedihan. Selain sudah lebih dulu ditinggal pergi dua anak kesayangannya, juga terancam kehilangan tanah dan rumah yang ditinggalinya selama puluhan tahun.
“Tanah dan rumah ini sudah dijual oleh mantan menantu saya sendiri,” ungkap Nenek Dayana kepada pantura24.com saat ditemui di rumahnya, Sabtu 6 Juli 2024.
Perempuan tua yang masih terklihat sangat sehat itu mengungkap awal kejadian yang menyebabkan dirinya terancam kehilangan rumah berikut tanah pekarangan peninggalan almarhum suaminya.
“Awalnya mantan menantu saya pinjam sertifikat lalu dijaminkan ke bank. Saya lupa kalau tidak salah Rp 115 juta, atau Rp 105 juta. Saya tidak ingat, tapi uangnya digunakan untuk modal usaha dagang,” jelasnya.
Belakangan sertifikat tanah yang diagunkan ke bank tersebut dijual tanpa persetujuan dirinya, Ironisnya meski tanpa ada tanda tangan dirinya selaku pemilik sertifikat yang sah bisa berubah menjadi atas nama orang lain.
“Semula mantan menantu saya membantah namun akhirnya mengaku telah menjualnya. Bahkan sempat mengajak tinggal bersama dengan alasan sudah terlanjur, tawaran itu saya tolak mentah-mentah,” tegasnya.
Untuk membuktikan bahwa tanah telah dijual, Dayana sempat mendatangi oknum notaris yang ditunjuk namun jawaban yang ia terima tanah yang dimaksud bukan miliknya lagi, akan tetapi sudah menjadi milik orang lain.
Dayana mengaku belum pernah sekalipun tanda tangan maupun hadir di hadapan notaris untuk proses jual beli. Kemudian muncul pengakuan mantan menantunya yang menyebut tanah dan rumah tersebut telah diberikan.
“Saya marah karena tidak pernah mengucap memberi tanah dan rumah ke menantu, jadi tidak mungkin apalagi dia hanya mantan menantu bukan anak,” sebutnya.