Kuasa Hukum dan LSM Robin Hood 23 Mendatangi Bank Mandiri Pekalongan lantaran tetap memaksakan anak yatim piatu yang masih di bawah umur untuk melunasi utang almarhum kedua orang tuanya, Senin (26/8).
PEKALONGANNEWS.COM, KOTA PEKALONGAN – Kasus anak yatim piatu di Pekalongan yang diminta melunasi utang almarhum kedua orang tuanya atau rumah peninggalan terancam dilelang oleh Bank Mandiri terus berlanjut. Kali ini sejumlah massa dari tim LBH Adhyaksa yang menjadi pendamping hukum dari korban menggeruduk bank plat merah yang berkantor di Jalan Hayam Wuruk tersebut untuk menyampaikan aspirasi secara langsung.
Massa yang terlihat membentangkan beberapa tulisan bernada kecaman terhadap bank milik negara itu menilai bahwa pihak bank tidak peka lantaran tetap kukuh meminta pelunasan utang dibebankan kepada ahli waris yang masih di bawah umur.
Legal Administrator Bank Mandiri Kantor Wilayah (Kanwil) Jawa Tengah, Muhammad Ali Masykur yang mewakili jajaran manajemen Kantor Cabang Pembantu (KCP) Mandiri Pekalongan menyebut adanya miskomunikasi sehingga terjadi kebingungan antara kedua belah pihak.
“Kami sebenarnya dalam posisi menunggu surat pengajuan tuntutan dari kuasa hukum, ternyata mereka juga menunggu informasi dari kami,” ujar Ali Masykur di Kantor Bank Mandiri Hayam Wuruk, Senin 26 Agustus 2024.
Ia bersama tim menyampaikan rasa bingungnya ketika kuasa hukum mengajukan permohonannya secara lisan kepada Bank Mandiri terkait persoalan debitur bernama Wiwik Sugiyanti almarhum, sebab di pertemuan awal penyampaiannya secara lisan.
Pihaknya berharap permintaan dari kuasa hukum itu dimohonkan secara tertulis tentang apa saja keinginan dari klien. Tidak adanya pengajuan tertulis akan menyulitkan pertanggungjawabannya berkaitan dengan kelembagaan.
“Jadi ini yang harus dijelaskan apakah permintaannya itu tentang keringanan pembayaran atau lainnya agar kami bisa memberikan jawabannya,” kata Ali Masykur.
Sementara itu kuasa hukum ahli waris debitur, Didik Pramono menyayangkan notulensi hasil audensi dengan Bank Mandiri Pekalongan tidak disampaikan ke kantor wilayah yang menjadi atasannya.
“Saat itu kami diminta menunggu kabar karena hasil audensi akan dikoordinasikan dengan kantor di Semarang. Ternyata hasilnya tidak disampaikan ke Kanwil Bank Mandiri Jateng,” sesalnya.
Ia pun meminta agar Bank Mandiri Pekalongan untuk mempertimbangkan ulang terkait pelunasan utang yang dibebankan kepada kliennya yang masih di bawah umur. Dirinya sebagai kuasa hukum ingin agar Bank Mandiri untuk menghapus utang yang menjadi kewajiban almarhum kedua orang tua kliennya.
“Klien kami ini belum cukup umur dan belum bisa mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya serta tidak mengetahui utang almarhum kedua orang tuanya sehingga rumah peninggalan tetap menjadi milik ahli waris yang merupakan anak satu-satunya sehingga lelang bisa dibatalkan,” sebut Didik.
Diberitakan sebelumnya seorang anak yatim piatu bernama Tomi Taufiqurrahman (15) warga Perumahan Tanjung, Tirto, Kabupaten Pekalongan yang hidup sebatang kara harus menerima kenyataan rumah peninggalan orang tua terancam disita bank setelah tiga kali menerima surat peringatan dan pemanggilan yang ditujukan kepada almarhum ibu kandungnya.