Mediasi antara tim penasehat hukum korban dugaan jebakan kredit BRI dengan para legal di KCP BRI Pekalongan berakhir buntu, Kamis (4/7).
PEKALONGANNEWS.COM, KOTA PEKALONGAN – Cerita buruh jahit bernama Sugiyanto (42) yang mengaku menjadi korban dugaan jebakan kredit di Bank Rakyat Indonesia (BRI) berlanjut ke mediasi. Korban didampingi tim pengacara dan LBH Adhyaksa mendatangi Kantor Cabang Pekalongan (KCP) BRI di Jalan Wr Supratman Kota Pekalongan.
Kedatangan Sugiyanto bersama tim kuasa hukumnya itu bermaksud meminta klarifikasi terkait dua hal yakni Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang berubah menjadi Kredit Usaha Pedesaan Rakyat (Kupra) tanpa nasabah pernah bisa mencairkan uangnya namun tetap diwajibkan mengangsur dan dugaan penggunaan rekening untuk transaksi mencurigakan tanpa sepengatahuan nasabah.
“Kedatangan kami ini untuk meminta penjelasan dari pihak BRI terkait kredit dan rekening tabungan yang dikeluhkan oleh klien kami,” ujar Nasokha Ketua Tim Pengacara korban di Kantor BRI Pekalongan, Kamis (4/7/2024).
Ia mengatakan bahwa pengakuan korban terkait apa yang dialami bukan merupakan bukti secara keseluruhan namun menjadi salah satu bukti pendukung. Jadi kalau KUR berubah jadi Kupra seharusnya ada persetujuan, bukan nasabah diminta mengikuti arahan tanda tangan lalu belakangan menjadi persoalan baru.
KUR Rp50 juta yang masuk rekening Rp45 juta kemudian karena ada kererlambatan angsuran oleh petugas bank diarahkan untuk top up Rp 50 juta untuk membantu meringankan, namun uang yang masuk rekening tidak bisa dicairkan atau digunakan itu bagaimana penjelasannya.
“Kemudian satu dari dua rekening korban di bank yang sama dengan produk yang sama juga muncul banyak transaksi mencurigakan yang tidak diketahui oleh korban selaku pemilik,” jelasnya.
Nasokha menyebut munculnya transaksi mencurigakan di rekening korban tersebut mencapai ratusan juta yang mana itu tidak dilakukan oleh pemiliknya, justru uang tabungan pribadi milik korban sebesar Rp 25 juta ikut hilang.
“Jadi keluar masuknya uang melalui rekening korban baru diketahui setelah cetak buku seperti pada 2021 masuk uang sebesar Rp 274 juta lalu kalau ditambahkan dengan saldo di rekening korban Rp 25 juta menjadi sebesar Rp 299 juta dan itu lenyap ada yang narik tanpa korban bisa mencairkan uangnya karena diblokir,” bebernya.
Dirasa tidak ada titik temu atau solusi yang adil dalam mediasi tersebut, Direktur LBH Adhyaksa Didik Pramono memilih mengakhiri pertemuan dan berniat melakukan gelar perkara terlebih dahulu.
“Kami bersama tim akan melakukan gelar perkara terlebih dahulu, sekira ada potensi pelanggaran hukum maka tim akan berkoordinasi dengan kejaksaan atau kepolisian, namun begitu pihak bank menjanjikan pertemuan kedua. Nanti kami lihat seperti apa,” ucapnya.
Sementara itu pihak BRI melalui para legalnya menegaskan bahwa terkait pinjaman prosesnya sudah sesuai Standart Operational Prosedure (SOP) seperti ada survei dan penandatangan akad kredit di kantor.
Adapun terkait adanya transaksi mencurigakan di rekening nasabah itu merupakan transaksi kompres akibat lama tidak ada cetak buku tabungan. Mungkin ada bahasa internal yang tidak dipahami oleh nasabah seperti kode CCM dan DDM.
“Intinya pihak debitur sudah menerima saldo yang masuk karena ada ATM dan buku tabungan ada di tangan debitur. Jadi dalam perkembangannya ada mis-mis, mungkin petugas pada saat menjelaskan ke nasabah kurang dimengerti,” kata salah satu legal menjelaskan.
kutipan dari www.pantura24.com