Sidan lanjutan sengketa tanah di Kota Pekalongan mengungkap fakta kepemilikan lahan dan bangunan yang diributkan, Rabu (28/5).
PEKALONGANNEWS.COM, KOTA PEKALONGAN – Sidang Lanjutan kasus sengketa tanah di Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan mengungkap sejumlah fakta. Agenda sidang pemeriksaan empat terdakwa atau satu keluarga memunculkan fakta kepemilikan tanah sebenarnya.
Salah satu terdakwa Lanny Setyawati (74) menyebut dirinya sudah tinggal dan menempati tanah serta bangunan sejak 1981 dengan dibuktikan fotocpy sertifikat tanah SHGB yang beralamatkan di Jalan Kartini, Kota Pekalongan.
“Tidak hanya menempati lahan dan rumah, keluarga saya juga ada usaha memasok bunga melati kerjasama dengan pabrik teh milik Pak Hidayat,” ujar Lanny menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Selasa (28/5/2024).
Ia pun mengungkapkan munculnya sengketa tanah bermula dari suaminya yang bernama Lukito Lutiarso meminjam uang ke rekan bisnisnya bernama Hidayat untuk digunakan menebus tiga sertifikat yang diagunkan di Bank BRI.
Adapun tiga sertifikat itu masing-masing dua berada di Jalan Kartini berupa tanah dan bangunan rumah. Kemudian satu sertifikat lagi berada di Jalan Bandung. Ketiga sertifikat itu ditebus pada 1994.
“Setelah ditebus ketiga sertifikat itu dijadikan jaminan utang, bukan dijual. Tanah yang di Jalan Bandung ditebus sebesar Rp 203 juta,” jelasnya dihadapan majelis hakim.
JPU dalam sidang yang dipimpin Majelis Hakim Agus Maksum Mulyo Hadi mencecar banyak pertanyaan seputar penjualan tanah di Jalan Kartini yang terus dibantah oleh terdakwa Lanny Setyawati lantaran tidak pernah dilibatkan bahkan bertandatangan.
Demikian juga tiga terdakwa lainnya yakni Titin Lutiarso, Haryono Lutiarso dan Lilyana Lutiarso yang notabene merupakan anak kandung sekaligus ahli waris dar Lukito Lutiarso.
“Kami juga menolak diminta membayar sewa lahan sebesar Rp 5 juta kepada Ferly Anggraini (istri Hidayat) itu tanah dan rumah milik kami,” katanya.
Sementara itu kuasa hukum terdakwa, Nasokha menyebut bahwa kliennya selama ini tidak tahu tentang perjanjian antara Hidayat dan Lukito. Bahkan seluruh ahli waris tidak dilibatkan dalam perjanjian itu.
“JPU sendiri tadi sempat menunjukkan surat kuasa jual, tapi akhirnya ditarik lagi kan karena tidak ada tanda tangan Istri dari almarhum Pak Lukito ,” ungkap Nasokha usai sidang.
Ia meyakini majelis hakim akan jeli dan teliti bahwa perkara yang sedang digelar ini lebih tepat ke perdata.Tidak tepat jika pidana, apalagi saat ini masih ada upaya hukum lain terkait keperdataan yang masih berlangsung. (*)